SELAMAT DATANG DI WEBLOG MAHASUTRA (Mahasiswa Universitas Terbuka)

Minggu, 10 Januari 2010

PP Guru dan Dosen Bab 1 & 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 74 TAHUN 2008

TENTANG GURU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (2),

Pasal 11 ayat (4), Pasal 13 ayat (2), Pasal 14 ayat (2),

Pasal 16 ayat (4), Pasal 18 ayat (4), Pasal 19 ayat (3),

Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (2), Pasal 25 ayat (2),

Pasal 26 ayat (2), Pasal 28 ayat (5), Pasal 29 ayat (5),

Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (5), dan Pasal 40 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentangGuru;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Gurudan Dosen (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG GURU.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.  Guru adalah pendidik profesional dengan tugasutama mendidik, mengajar, membimbing,mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasipeserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, danpendidikan menengah.

2.  Kualifikasi Akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh Guru sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.

3.  Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru.

4.   Sertifikat Pendidik adalah bukti formal sebagaipengakuan yang diberikan kepada Guru sebagai tenaga profesional.

5.  Gaji adalah hak yang diterima oleh Guru atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6.  Organisasi Profesi Guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh Guru untuk mengembangkan profesionalitas Guru.

7.  Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama adalah perjanjian tertulis antara Guru dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

8.  Guru Tetap adalah Guru yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, penyelenggara pendidikan, atau satuan pendidikan untuk jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun secara terusmenerus, dan tercatat pada satuan administrasi pangkal di satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah serta melaksanakan tugas pokok sebagai Guru.

9.  Guru Dalam Jabatan adalah Guru pegawai negeri sipil dan Guru bukan pegawai negeri sipil yang sudah mengajar pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun penyelenggara pendidikan yang sudah mempunyai Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.

10. Pemutusan Hubungan Kerja atau Pemberhentian Kerja adalah pengakhiran Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama Guru karena suatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Guru dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundangundangan.

11. Taman Kanak-kanak yang selanjutnya disingkat TK adalah salah satu bentuk satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

12. Raudhatul Athfal yang selanjutnya disingkat RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya disebut BA adalah salah satu bentuk satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

13. Pendidikan Dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah yang diselenggarakan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.

14. Sekolah Dasar yang selanjutnya disingkat SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Dasar.

15. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disingkat MI adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Dasar.

16. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disingkat SMP adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Dasar sebagai lanjutan dari SD, MI,atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI.

17. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disingkat MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakanpendidikan umum dengan kekhasan agama Islam padajenjang Pendidikan Dasar sebagai lanjutan dari SD, MI,atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI.

18. Pendidikan Menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutanPendidikan Dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas,Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yangsederajat.

19. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disingkat SMA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.

20. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disingkat MA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.

21. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disingkat SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.

22. Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.

23. Sarjana yang selanjutnya disingkat S-1.

24. Diploma Empat yang selanjutnya disingkat D-IV

25. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

26. Pemerintah Daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.

27. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia non Pemerintah yang mempunyai perhatian danperanan dalam bidang pendidikan.

28. Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.

29. Departemen adalah departemen yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.

30. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.

 

BAB II

KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI

Pasal 2

Guru wajib memiliki Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Bagian Kesatu

Kompetensi

Pasal 3

(1)    Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

(2)    Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

(3)    Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat holistik.

 (4)   Kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi:

a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;

b. pemahaman terhadap peserta didik;

c. pengembangan kurikulum atau silabus;

d. perancangan pembelajaran;

e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan

dialogis;

f. pemanfaatan teknologi pembelajaran;

g. evaluasi hasil belajar; dan

h. pengembangan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

(5)   Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:

a. beriman dan bertakwa;

b. berakhlak mulia;

c. arif dan bijaksana;

d. demokratis;

e. mantap;

f. berwibawa;

g. stabil;

h. dewasa;

i. jujur;

j. sportif;

k. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;

l. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan

m. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

 (6)   Kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:

a.   berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun;

b.   menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;

c.   bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;

d.   bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan

e.   menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

(7)    Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:

a.  materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan

b.   konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

(8)    Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7) dirumuskan ke dalam:

a.   standar kompetensi Guru pada satuan pendidikan di TK atau RA, dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat;

b.  standar kompetensi Guru kelas pada SD atau MI,dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat;

c.  standar kompetensi Guru mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran pada SMP atau MTs, SMA atau MA, SMK atau MAK dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat; dan

d.  standar kompetensi Guru pada satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat.

(9)  Standar kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

 

Bagian Kedua

Sertifikasi

Pasal 4

(1)    Sertifikat Pendidik bagi Guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun Masyarakat, dan ditetapkan oleh Pemerintah.

(2)    Program pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diikuti oleh peserta didik yang telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

 

Pasal 5

 

(1)     Kualifikasi Akademik Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditunjukkan dengan ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi Guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan standar nasional pendidikan.

(2)     Kualifikasi Akademik Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan.

 (3)   Kualifikasi Akademik Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi calon Guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi Guru.

(4)     Kualifikasi Akademik Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan yang belum memenuhinya, dapat dipenuhi melalui:

a. pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);atau

b. pengakuan hasil belajar mandiri yang diukur melalui uji kesetaraan yang dilaksanakan melalui ujian komprehensif oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.

(5)     Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a memperhatikan:

a. pelatihan Guru dengan memperhitungkan ekuivalensi satuan kredit semesternya;

b. prestasi akademik yang diakui dan diperhitungkan ekuivalensi satuan kredit semesternya; dan/atau

c. pengalaman mengajar dengan masa bakti dan prestasi tertentu.

(6)  Guru Dalam Jabatan yang mengikuti pendidikan dan uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), baik yang dibiayai Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun biaya sendiri, dilaksanakan dengan tetap melaksanakan tugasnya sebagai Guru.

(7)     Menteri dapat menetapkan aturan khusus bagi Guru Dalam Jabatan dalam memenuhi Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas dasar pertimbangan:

a. kondisi Daerah Khusus; dan/atau

b. ketidakseimbangan yang mencolok antara kebutuhan dan ketersediaan Guru menurut bidang tugas.

(8)    Ketentuan lebih lanjut mengenai Kualifikasi Akademik, pendidikan, dan uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Pasal 6

 

(1)    Program pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 memiliki beban belajar yang diatur berdasarkan persyaratan latar belakang bidang keilmuan dan satuan pendidikan tempat penugasan.

(2)    Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV kependidikan untuk TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat adalah 18 (delapan belas) sampai dengan 20 (dua puluh) satuan kredit semester.

(3)     Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV kependidikan untuk SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat adalah 18 (delapan belas) sampai dengan 20 (dua puluh) satuan kredit semester.

(4)    Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV kependidikan selain untuk TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.

(5)    Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV kependidikan selain untuk SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.

(6)     Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat dan pada satuan pendidikan SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang sarjana psikologi adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.

 (7)   Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan SMP atau MTs atau SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dan satuan pendidikan SMA atau MA atau SMALB atau SMK atau MAK atau bentuk lain yang sederajat, baik yang berlatar belakang S-1 atau diploma empat D-IV kependidikan maupun S-1 atau D-IV nonkependidikan adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.

(8)     Ketentuan lebih lanjut mengenai beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum oleh perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi yang mengacu pada standar nasional pendidikan.

 

Pasal 7

 

(1)  Muatan belajar pendidikan profesi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,dan kompetensi profesional.

(2)    Bobot muatan belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan latar belakang pendidikan sebagai berikut:

a.   untuk lulusan program S-1 atau D-IV kependidikan dititikberatkan pada penguatan kompetensi profesional; dan

b.  untuk lulusan program S-1 atau D-IV nonkependidikan dititikberatkan pada pengembangan kompetensi pedagogik.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum oleh perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi yang mengacu pada standar nasional pendidikan.

 

Pasal 8

 

Sertifikasi Pendidik bagi calon Guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.

 

Pasal 9

 

(1)   Jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.

(2)    Program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik.

(3)    Uji kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.

(4)   Ujian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan:

a.  wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar;

b.  materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya; dan

c.  konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya.

(5)   Ujian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional pada satuan pendidikan yang relevan.

 

Pasal 10

 

(1)    Sertifikat Pendidik bagi calon Guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi Guru.

(2)    Calon Guru yang tidak memiliki Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah lulus uji kelayakan.

(3)    Calon Guru yang tidak memiliki Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi diperlukan oleh Daerah Khusus yang membutuhkan Guru dapat diangkat menjadi pendidik setelah lulus uji kelayakan.

 (4)   Sertifikat Pendidik sah berlaku untuk melaksanakan tugas sebagai Guru setelah mendapat nomor registrasi Guru dari Departemen.

(5)   Calon Guru dapat memperoleh lebih dari satu Sertifikat Pendidik, tetapi hanya dengan satu nomor registrasi Guru dari Departemen.

(6)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Pasal 11

 

Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diperoleh Guru berlaku selama yang bersangkutan melaksanakan tugas sebagai Guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 12

 

(1)     Guru Dalam Jabatan yang telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV dapat langsung mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik.

(2)   Jumlah peserta uji kompetensi pendidik setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.

(3)   Uji kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio.

(4)     Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat

(3)   merupakan pengakuan atas pengalaman profesional Guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:

a. Kualifikasi Akademik;

b. pendidikan dan pelatihan;

c. pengalaman mengajar;

d. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;

e. penilaian dari atasan dan pengawas;

f. prestasi akademik;

g. karya pengembangan profesi;

h. keikutsertaan dalam forum ilmiah;

i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan

j. penghargaan yang relevan dengan bidang kependidikan.

(5)   Dalam penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Guru Dalam Jabatan yang belum mencapai persyaratan uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik diberi kesempatan untuk:

a. melengkapi persyaratan portofolio; atau

b.mengikuti pendidikan dan pelatihan di perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.

(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kompetensi dan penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Pasal 13

 

(1)     Perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi ditetapkan oleh Menteri dengan kriteria:

a.   memiliki program studi yang relevan dan terakreditasi;

b.  memiliki pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan; dan

c.  memiliki sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai sesuai dengan standar nasional pendidikan.

(2)  Selain kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan kriteria tambahan yang diperlukan untuk penetapan perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi atas dasar pertimbangan:

a. tercapainya pemerataan cakupan pelayanan penyelenggaraan pendidikan profesi;

b.    letak dan kondisi geografis; dan/atau

c.    kondisi sosial-ekonomi.

(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Bagian Ketiga

 

Anggaran Peningkatan Kualifikasi Akademik dan Sertifikasi Pendidik bagi Guru Dalam Jabatan

 

Pasal 14

 

(1)   Pemerintah menyediakan anggaran untuk peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah provinsi menyediakan anggaran untuk peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi.

(3) Pemerintah kabupaten atau pemerintah kota menyediakan anggaran untuk peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat

(2)   bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten atau pemerintah kota.

(4)  Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau pemerintah kota menyediakan anggaran peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat.

(5)  Guru Dalam Jabatan yang mendapatkan kesempatan peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tetap memperoleh tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional.

(6)    Besarnya anggaran dan beban yang ditanggung Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau pemerintah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(7)  Pemerintah menyediakan anggaran uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah.

 (8) Pemerintah Daerah, sesuai dengan kewenangan masing-masing, menyediakan anggaran uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

(9)    Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sesuai dengan kewenangan masing-masing, menyediakan anggaran uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat.

 

Pembukaan


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MAHASISWA UNIVERSITAS TERBUKA PROGRAM S1 PGSD BOGOR (LAWANG GINTUNG) MEMPERSEMBAHKAN SEBUAH WEBLOG BAGI KALANGAN DUNIA PENDIDIKAN UTAMANYA MAHASISWA UNIVERSITAS TERBUKA


Bahagia sekali kami mahasiswa Universitas Terbuka Program S1 PGSD mencoba untuk membuat sebuah terobosan dalam upaya membagi/share ilmu pengetahuan yang kami miliki untuk anda semua.
Bersama blog ini kami berharap adanya peran serta seluruh mahasiswa dan kaum pendidik untuk turut berkontribusi dalam mengisi weblog ini, agar dapat berkesinambungan dan terus berkembang demi kemajuan dunia pendidikan bangsa dengan cara mengirimkan tulisannya kepada kami tim redaktur baik berupa : Informasi terbaru (uptodate), materi- pembelajaran, Sharing Tugas mata kuliah, Pengetahuan Umum, Tip and trik pengajaran, Pengalaman pribadi, seputar teka-teki, Joke/lelucon dan lain sebagainya.


Catatan :



  • cara mengirimkan tulisan bisa berupa soft copy (CD / Flash Disk) atau melalui alamat e-mail Kami di alamat ini erman_td@yahoo.co.id

  • semua tulisan akan kami muat setelah melalui proses editing.

  • kami tidak bersedia menerima tulisan yang bersifat:SARA, menghujat seseorang, mengandung pornografi, menghasut orang lain maupun kelompok tertentu, kampanye Parpol dan propaganda negtif lainnya.

  • Atas segala perhatian dan partisipasinya kami ucapkan terimaksaih

Tertanda


Redaktur Mahasutra

Pengikut